10 Mei 2010

Trauma Kepala


Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun yang mengalami cedera kepala lebih dari 2 juta orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia. Lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen .

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala

Trauma kepala diklasifikasi berdasarkan :
a. Mekanismenya :
Cedera kepala tumpul : kecelakaan mobil motor, jatuh atau pukulan benda tumpul
Cedera kepala tajam : peluru atau tusukan
à Adanya penetrasi selaput dura




b. Beratnya :
Ringan : GCS 14 - 15
Sedang : GCS 9 - 13
Berat : GCS 3 – 8
GCS = Glaslow Coma Scale
c. Morfologi cedera :
Fraktur tengkorak :
1. Kalvaria : garis bintang, depresi – non depresi,terbuka/tertutup
2. Dasar tengkorak : dengan/tanpa kebocoran CSS, dengan/tanpa parese N VII
Lesi Intrakranial :
1. Fokal : epidural, subdural, intraserebral
2. Difus : komosio ringan, komosio klasik, cedera kepala akson

Berikut adalah detail untuk skala Glasgow

Penatalaksanaan untuk trauma kepala

Prinsip pennganan untuk trauma kepala adalah ABC
Airway (Jalan nafas)
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus trauma. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas diatas segala masalah yang lainya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri .
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas., selain mengecek adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara kedalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway

Breathing (membantu bernafas)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih ada. Karena henti nafas seringkali terjadi pada kasus trauma kepala bagian belakang yang mengenai pusat pernafasan atau bisa juga penanganan yang salah pada pasien pada pasien cedera kepala justru membuat pusat pernafasan terganggu dan menimbulkan henti nafas. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu ventilasi/pernafasan akan dapat menimbulkan kematian. Sehingga kemampuan dalm memberikan bantuan pernafasan menjadi prioritas kedua

Circulations (Mengontrol perdarahan)
Jika ditemukan adanya perdarahan, segera lakukan upaya mengontrol perdarahan itu dengan memberikan bebat tekan pada daerah luka. Pemberian cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk mengganti hilangnya cairan dari tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Perlu dipahami dalam tahap ini adalah mengenal tanda-tanda kehilangan cairan sehingga antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya syock

C 1 Cervical Spine
Untuk mencegah adanya kerusakan spinal cord pada pasien suspect trauma kepala, maka perlu dipasangkan rigid collar yang kemudian bisa dilepas setelah dibuktikan dengan radiologi secara lateral, anterio-postural dan mulut terbuka clear

Disability (ketidakmampuan)
Merupakan metode pelengkap selain Glasgow Coma Scale untuk menilai fungsi neurologis. Yakni dengan AVPU
Alert—sadar (ya/tidak)
Verbal—(respon terhadap rangsangan suara (ya/tidak)
Pain—respon terhadap rangsangan nyeri (ya/tidak)
Unresponsive (ya/tidak)
Terapi Medikametosa
1. Cairan intravena

diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap normovolemia
2. Hiperventilasi
diberikan untuk menurunkan tekanan CO2 sehingga volume intracranial dan tekanan intracranial di otak juga turun
3. Manitol 20%
diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial dengan dosis 1gr/KgBB diberikan secara bolus intravena
4.Furosemide (Lasix)
diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK, dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB intravena
5. Antikonvulsan
Untuk menurunkan kejang pasca trauma

0 komentar: