12 Oktober 2009

Kemurahan hati sopir taksi

Hujan, belum mau juga mampir ke solo. Meski gerimis kecil seaka menyambut kedatanganku, namun tidak berlangsung lama. Sekitar 3 menit. Kami pun segera bergegas menuju sebuah sentra penjualan batik di kota ini. Tak banyak waktu tersedia, terlebih perut pun belum di isi pula. Kunjungan sebelumnya hampir semua lorong pernah aku jamah. Oleh karena itu hanya dengan 15 menit aku pun sudah keluar dari sentra batik tersebut dengan beberapa bawaan.

Persis di depan sentra batik berjajar penjual makanan. Biasanya kalau sore hingga malam hari jalan tersebut ditutup dan khusus untuk penjual makanan. Lupa namanya. Kalau di Garut sih ceplak padanannya.



Langkah untuk melintas jalan sedikit terhenti. Seorang sopir taksi memaksa untuk menaikan semua bawaanku ke bagasinya. “kami mau makan dulu pak, kalau memang mau nunggu yang silahkan.” Kami pun menolaknya dengan santun. Rupanya sang sopir dengan sabar menunggu hingga kami selesai. Dan sesuai dengan janji kami pun segera meluncur ke bandara.

“Ko agonya nggak jalan pak?” tanyaku. “oh di sini sudah biasa mas kalau ke bandara pakai tarif Sengetewu setengah (Rp.55.000), kalau pakai argo plus Rp.10.000,- silahkan hanya sampean tanyaken”. Kami pun tak bisa berkutik. Toh terlanjur naik, toh dari awal kok ngak ditanya argo atau bukan.

“Taksi ini baru 9 hari” sang sopir memulai lagi pembicaraan. Taksi yang kami gunakan adalah Xenia, mungkin ini yang pertama dan hanya armada inilah yang menggunakan Xenia. Katanya bensinnya lebih irit dan juga bisa muat lebih banyak dibanding sedan.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kami dikejutkan akan sebuah benda yang tergeletak di jalan raya. Rupanya ada sebuah kasur busa besar yang jatuh. Sang sopir taksi pun segera kepinggir dan kemudian berlari . “sebentar ya mas, tak pinggirin dulu, kasihan sama yang punya” izinnya.

Dengan berhati-hati dia pun segera mengambil kasur tersebut. Ukurannya sangat besar, tampak dia pun setengah kesusahan mengangkat dan menintipkan kasur tersebut ke warung terdekat yang ada di pinggir jalan. Dia pun segera ke taksi dan mengantarkan kami.
“masa yam as, barang segitu besar jatuh ko nggak terasa” selorohnya. Dia pun menjelaskan bahwa dia kasihan dengan yang punya barang tersebut dan juga mengganggu jalan maklum ukurannya sangat besar. Sungguh mulia hati sopir taksi ini. Di zaman seperti ini masih ada yang punya nurani.

Dia pun bercerita dulu pernah menemukan 1 box ayam potong yang jatuh dari truk, dia sudah berusaha menyebarkan informasi tersebut ke radio tapi tak kunjung ada yang mengambil hingga separuhnya mati, katanya. Hmm.. sungguh pelajaran yang sangat berharga.


0 komentar: